Sabtu, 26 Maret 2016

 K.H Abdul Wahid Hasyim
        Lahir di desa Tebuireng, Jombang Jawa Timur pada hari Jum’at Legi Tanggal 5 Rabiul Awal 1333 H atau 1 Juni 1914.
 Ayahnya bernama KHM. Hasyim Asy’ari ibunya Nafiqoh binti kiyai Ilyas. Istrinya bernama Sholehah putri dari KHM Bisri Syamsyuri dengan Siti Nur Khadijah, adik kandung KHA Wahab Hasbullah. KHM. Bisri Syamsuri adalah pengasuh pondok pesantren Denanyar, jombang.
  a)    Sifat
Bentuk badan gemuk, tegap, rambut hitam pekat, dan tidak jemu menghadapi persoalan, dan punya banyak teori untuk memecahkannya. Tegas, keras tetapi konsekwen, mudah menyesuaikan diri dan setia pada teman. Suka bergaul gemar menolong dan suka  berkawan dengan siapa saja tidak memandang bangsa/suku. Pendiam, peramah dan pandai mengambil hati orang lain.
  b)     Pendidikan
Pada waktu umur 5 tahun sudah belajar Al-Qur’an (tiap ba’da dzuhur dan tradisi pada umur 7 tahun beliau sudah mengaji kitab-kitab klasik (gundul), seperti taqrib, Minhajul Qawim, dan kitab lainnya. Pada umur 12 tahun tamat madrasah kemudian sudah mulai mengajar, pada tahun 1932 naik haji kemudian memperdalam ilmu agama di Makkah.

  c)      Jasa-jasa
Sebagai perintis pengembangan pondok pesantren baik metode maupun materi bidang studi. Sebagai Bapak Ma’arif (Musyawarh 1 tanggal 12 februari 1938 di Singosari, Malang). Atas prakarsan beliau dengan mengadakan pendidikan formal lewat madrasah.
Berjasa mempersatukan umat  islam lewat MIAI (Al Majlisun Islami Ala Indonesia) yang didirikan tanggal 1 maret 1983 (Menjadi ketua mulai September sampai dengan Oktober 1941). Termasuk anggota BPUPKI, juga salah seorang yang mendatangani Piagam Jakarta, yang menjiwai Pancasila dan Uud 1945.
Karirnya meningkat terus, sejak menjadi Pengurus Ranting sampai menjadi pengurus besar NU. Pernah menjadi Menteri Negara RI tahun 1945, dan menjadi Menteri Agama RI masa bakti 1949-1953 dan sebagai Menteri Jasanya antara lain :
                               i.            Menyelenggarakan perbaikan Pengurus Haji.
                             ii.            Memprakarsai pendirian Pengurus Tinggi Islam (PTAI) yang akhirnya sekarang menjadi IAIN.
  Pesan beliau :” Giatkan Pendidikan Bagi Tunas Muda NU karena tanpa Pendidikan NU akan kehilangan Generasi Penerus”. Beliau wafat pada hari ahad tanggal 4 Sya’ban 1370 H atau  15 April 1953 dalam kecelakaan perjalanan dari Bogor ke Jakarta.